MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta perangkat desa sebagai garda terdepan untuk melawan ideologi anti-Pancasila. Menurut Tjahjo, perangkat desa harus berani menentukan sikap siapa kawan dan siapa lawan untuk melawan ideologi anti-Pancasila serta menjaga keutuhan NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945. Semua tindakan itu, kata Mendagri, tidak bisa hanya diserahkan kepada TNI/Polri semata.
“Seluruh elemen, termasuk perangkat desa, harus berani tentukan sikap siapa kawan dan siapa lawan, bagi yang ingin mengubah ideologi Pancasila dan NKRI itulah lawan kita, menjaga supaya jangan sampai bangsa ini pecah,” ujar Tjahjo dalam sambutannya di acara Rapimnas Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di Tulungagung, Jawa Timur, kemarin.
Tjahjo menyebut perangkat desa sebagai poros pemerintahan terdepan yang selalu bertemu dengan masyarakat harus mampu mendeteksi gerakan-gerakan antiideologi negara. Ia menegaskan siapa pun yang hidup di Indonesia harus tunduk pada empat pilar kebangsaan tersebut, yakni Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
“Orang beda agama boleh, tapi kalau bicara masalah NKRI, siapa pun orangnya, ormasnya, golongannya harus tunduk pada Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, itu prinsip tidak ada embel-embel lagi,” tegasnya.
Khusus kepada Jatim sebagai salah satu provinsi yang padat penduduk, Tjahjo meminta para penduduknya harus menjadi benteng Pancasila dengan perangkat desa menjadi kunci utama.
Dalam kesempatan itu, Tjahjo juga menekankan komitmen pemerintah untuk terus membangun dari pinggiran yang dibuktikan dengan pemberian dana desa. Untuk 2017, pemerintah, kata Tjahjo, telah memberikan Rp2 miliar per desa dan akan meningkat tiap tahunnya. Secara keseluruhan desa bisa mendapat Rp4 miliar-Rp5 miliar tiap tahun yang juga berasal dari bantuan provinsi dan kementerian.
“Untuk itu saya harap perangkat desa, khususnya jajaran pemda, harus punya bayangan apa yang mau dibangun. Mari kita dorong keberanian inovasi,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Jatim Soekarwo juga meminta PPDI untuk menjadi ujung tombak dalam menjaga Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Hal senada dikatakan Ketua Umum PPDI Mujito dalam deklarasi kepada pengurus pusat yang baru saja terpilih.
Pertanyakan status
Dalam kesempatan itu, Mujito meminta Mendagri memperjelas status perangkat desa apakah sebagai PNS, honorer, atau status lain. Selain itu, ia meminta masa jabatan perangkat desa dipertegas sesuai dengan UU Desa. Dalam UU Desa, masa jabatan perangkat desa hingga umur 60 tahun. Namun, dalam kenyataannya, mereka bisa diberhentikan sesuai dengan selera kepala desa.
“Setiap daerah tidak 60 tahun, ada yang sesuai dengan jabatan kades dan ada yang semaunya, mohon UU Desa bisa berlaku di seluruh Indonesia,” tukas Mujito.
Saat mendengar keluhan terkait dengan status perangkat desa, Tjahjo mengaku akan mengkajinya terlebih dahulu bersama dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Hal itu disebabkan jumlah perangkat desa untuk Jawa Timur saja mencapai 68 ribu lebih. Namun, terkait dengan masa jabatan, Tjahjo meminta seluruh daerah menyesuaikan UU Desa.
“Aturan sama, kebijakan sama, tapi menerapkannya beda, ini menimbulkan kecemburuan,” pungkas Tjahjo. (E-2)